Sejak lahir hingga lebih setengah abad berdirinya, cukup untuk menggambarkan perjalanan panjang dan perjuangan seluruh kader PMII. Bagi sebuah organisasi kemahasiswaan untuk bisa bertahan “survive” selama itu adalah suatu hal yang tidak mudah. Dengan pasang-surut ritme gerakan dan dinamika zaman. Di tengah mekar-layunya, tegak-runtuhnya organisasi-organisasi yang ada di Indonesia. Hemat kami, salah satu alasan organisasi ini bisa “survive” adalah adanya sikap “Adaptif dan Akomodatif”.
Satu teori mengatakan “sebuah komunitas/organisasi akan punah jika keberadaannya tidak lagi dirasakan manfaatnya” maka hadirnya PMII sampai saat ini menjadi bukti bahwa PMII masih dalam khittahnya menjadi tempat penyemian kader terbaik masa depan. Organisasi yang mewadahi dan menjadi lumbung intelektual bagi kader sehingga ia tidak di tinggalkan.
Selain itu, pesatnya pertumbuhan teknologi dan informasi (modern) berimplikasi pada pergeseran diskursus organisasi. Hari ini pergeseran itu lahir dari urgensi berlembaga menuju perdebatan akan relevansi. PMII Jombang khususnya mesti merespon ini dengan sikap yang baik, yang adaptif dan akomodatif.
Ali Ridha r.a dalam penggalan syairnya mengatakan “Manusia mencela zamannya, padahal tiada cela pada zaman itu kecuali pada kita”.
Kita tentunya tidak dapat menghentikan modernisasi, tetapi kiranya tang kita mesti lakukan adalah bagaimana memahami tanda-tanda zaman agar tidak diperdaya. Dan yang paling penting kiranya dengan memberikan reaksi yang tepat terhadap zaman. Karna reaksi yang salah akan menggiring kita ke puncak tiang gantungan sejarah. Olehnya sikap ini mesti dimiliki seluruh fungsionaris/pengurus cabang dan kader PMII se-Jombang. Predikat kaum muda atau mahasiswa menjadi prestise “keistimewaan” tersendiri yang kita semua miliki hari ini. Banyak dari kita semua yang berangkat dari daerah masing-masing, meninggalkan sanak saudara dan dekapan orang tua. Berangkat dengan nilai luhur dan etika masyarakat yang adi luhung, namun sesampainya di kampus masing-masing dengan kompleksnya pergaulan tidak jarang kita temui pemuda yang perlahan tercabut dari nilai-nilai tersebut.
Melihat itu, Ali Syariati dalam “ideologi kaum intelektual” menggambarkan bagaimana zaman mempengaruhi suatu sistem dan tatanan nilai. Rupanya penyakit kaum modern juga begitu mudah hinggap dan menjadi parasite di kalangan mahasiswa yang dikenal sebagai agen perubahan. Seolah barometer tunggal kemajuan yang di tanamkan barat itu di aminkan oleh mahasiswa hari ini. Sehingga lahirlah mahasiswa apatis, pragmatis, konsumtif, individualistis dan anak muda yang ter-alienasi dari nilai-nilai keluhuran, khususnya di organisasi kita ini PMII.
Saya coba ingin memulai ini melalui budaya pedesaan melawan budaya masyarakat urban yang terkontaminasi dan tercabut dari akar budaya lokal Indonesia. Melahirkan masyarakat yang hanya mementingkan kepentingan pribadi, bahkan rela mengorbankan yang lain untuk hasrat pribadi.
Untuk mengcounter itu semua perlu ada terapi yang lahir dari proses transmigrasi masyarakat pedesaan yang membawa nilai luhur untuk mempengaruhi masyarakat yang mengidap penyakit modernitas. Tetapi meski sulit kiranya mengharapkan itu semua ketika melihat realitas yang ada.
Melihat itu, PMII seharusnya menjadi terapi modernitis. PMII mestinya akan mengantar mahasiswa atau pemuda yang individualistik menuju kolektivisme yang punya hubungan mutualisme progresif. Dengan berbagai tawaran kegiatan yang berorientasi pada peningkatan kapasitas mahasiswa. PMII harus mampu menjadi lokomotif yang menstimulasi terinternalisasinya nilai yang arif dan utama yang dimilikinya. Kendati saya tidak menafikan bahwa terkadang persoalan modernitis juga bawaan mahasiswa itu sendiri.
Dan karna itu, saya melihat kita semua secara bersama mesti kembali mengejawantahkan terkait nilai-nilai yang ada di PMII hari ini. Dalam hal ini, PMII seyogianya akan menjadi alternatif, mempelopori mahasiswa/pemuda agar bisa mengeksplorasi dan melakukan kreasi untuk mewarnai masa-masa perkuliahan dan di organisasi. PMII sebagai organisasi kepemudaan eksternal kampus yang diperuntukan untuk menawarkan obat bagi jiwa-jiwa yang hampa dan teralienasi harus selalu kita khotbahkan sebagai bagian dari menyampaikan risalah perjuangan membumikan nilai-nilai luhur organisasi kita ini. Agar, di PMII kita semua merasakan hangatnya dekapan sahabat bak keluarga. Merasakan kepedulian sesama dan bekerja kolektif untuk tujuan yang sama.
Berangkat dari sekapur sirih diatas kami menilai ada empat hal yang akan menjadi basis perhatian kita kedepannya.
1. Bottom Up Kaderisasi
Yang kami maksud adalah pola baru dengan mengindahkan wacana-wacana lembaga di bawah struktur cabang, baik komisariat maupun rayon. Yakni dengan sifat akomodatif dan adaptif. Artinya, cabang mesti banyak melibatkan struktur lembaga di bawah naungannya dalam melakukan kegiatan-kegiatannya.
2. Being Fasilitator
Melanjutkan yang pertama, segenap proses kaderisasi yang ada baik formal, informal, dan non formal sekiranya cabang mampu menjadi penyedia fasilitas terutama non fisik. Diskursus terkait hal-hal yang substansial di ruang masing-masing lembaga mesti kita tekankan secara bersama-sama sehingga tetap dalam koridor perjuangan. Selain itu, pastinya dengan secara bersama belajar membangun kolaborasi dengan beberapa pihak yang berkaitan erat dengan ruang lingkup organisasi kita.
3. Re-Ideologisasi
Re-ideologisasi ini adalah satu obat dari virus-virus yang sadar atau tidak kita rasakan bersama hari ini. Sekiranya kita semua dapat menyadari bahwa salah satu ciri dari organisasi adalah proses doktrinasi melalui ideologisasi yang dimiliki PMII. Dan ini hanya bisa dicapai dengan melakukan beberapa re-desain proses pengkaderan, sebagai perumpamaan tempat pembaiatan, buku bacaan dan lain sebagainya.
4. Internalisasi nilai PMII (Fungsionaris Cabang)
Yang terakhir ini berkaitan dengan penghormatan pada PMII dengan menyadari jati diri di organisasi. Yakni, sebagai moral force bagi anggota dan kader di bawah naungan pengurus cabang. Sebagai role model dan patrone di bidang dan porsinya masing-masing. Sehingga komunikasi buttom up, fasilitator, ideologisasi akan sangat mudah diterima melalui kesadaran fundamental ini.
Sekian, dengan Dzikir kita mengingat, dengan Fikir kita berdialektika, dan dengan Amal Shaleh kita berderma. Salam persahabatan, Salam Pergerakan!!!
Oleh : Asrorudin
Ketua Umum Pengurus Cabang PMII Jombang