Bulan September yang seharusnya menjadi simbol pergantian musim ini justru identik dengan rentetan peristiwa kelam yang mencoreng sejarah bangsa. Tragedi 65, Tanjung Priok, Semanggi I dan II, serta peristiwa-peristiwa serupa lainnya, bukanlah sekadar catatan sejarah, melainkan bukti nyata kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya.
Apa yang menyatukan peristiwa-peristiwa mengerikan ini? Jawabannya sederhana namun pahit yaitu, kekerasan sistematis yang dilakukan negara terhadap rakyatnya sendiri. Di balik dalih keamanan nasional dan ketertiban umum, tersimpan agenda tersembunyi untuk menumpas perbedaan pendapat dan memperkuat kekuasaan kelompok tertentu.
Akar masalah dari peristiwa-peristiwa September Hitam terletak pada konsentrasi kekuasaan yang absolut di tangan segelintir elite. Kekuasaan yang tidak terkendali ini melahirkan budaya impunitas, di mana pelaku pelanggaran HAM merasa aman dari jerat hukum. Akibatnya, kekerasan menjadi instrumen politik yang digunakan untuk mencapai tujuan kekuasaan.
Peristiwa-peristiwa September Hitam adalah bukti nyata kegagalan negara dalam menjalankan fungsi utamanya, yaitu melindungi warga negara. Negara yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi pelaku kekerasan. Kegagalan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk lemahnya sistem hukum, kurangnya pengawasan, dan budaya kekerasan yang mengakar.
Impunitas adalah luka yang paling dalam bagi korban pelanggaran HAM dan keluarganya. Ketidakmampuan negara dalam mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM telah menciptakan rasa ketidakpercayaan yang mendalam di kalangan masyarakat. Impunitas bukan hanya menyakiti hati para korban, tetapi juga menjadi ancaman bagi demokrasi dan keadilan.
Peristiwa-peristiwa September Hitam bukanlah kejadian yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari siklus kekerasan yang terus berulang. Selama akar masalah tidak diatasi, maka peristiwa serupa akan terus terjadi di masa depan.
September Hitam adalah pengingat pahit bagi kita semua. Selama kita tidak berani menghadapi masa lalu dan belajar dari kesalahan, maka kita akan terus terjebak dalam lingkaran setan kekerasan.
September Hitam bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga panggilan bagi kita untuk terus berjuang demi keadilan dan kebenaran.
Penulis: Fardana Difka Dwi Cahya, Kader PMII Komisariat Umar Tamim Unipdu Jombang