“Politik adalah strategi untuk berkuasa dengan menyampaikan beragam diksi yang terkemas rapi dalam bentuk janji. Tidak peduli apakah itu melanggar konstitusi, asalkan demi ambisi semua bisa diatasi”
Statemen di atas sebagai gambaran wajah politik di Indonesia. Mereka yang mengkultuskan dirinya sebagai sebagai “Wakil Rakyat” tanpa segan mengkebiri kepentingan rakyatnya. Bahkan tidak jarang, mereka menghakimi rakyatnya sendiri demi kepentingan koleganya.
Padahal sudah jelas politik merupakan usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. (Aristoteles). Tapi masih banyak para pejabat yang tidak memahami hakikat dari politik itu sendiri. Bahkan politik yang seharusnya dijadikan sebagai media pendistribusian keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan warga negara. Kini seolah-olah beralih fungsi sebagai aset tunggal para pejabat untuk memperkaya diri mereka masing-masing.
Ketika rakyat kecil bersuara, menuntut hak-haknya. Selalu saja di anggap sebagai gerakan separatis. Padahal sudah jelas dalam pembukaan Undang-ndang Dasar 1945 tentang perlindungan hak-hak warga negara yang diatur dalam Pasal 28I ayat (4). Menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
Namun semua itu hanyalah kata-kata yang tertata di dalam data, karena realitanya semua itu omong kosong belaka. Ini mungkin sedikit kasar, tapi begitulah kenyataannya. Sungguh malang nasib kaum jelata, tiada ruang untuk berkata dan tiada tempat untuk bertahta.
Demokrasi yang seharusnya menjadi panggung kebesaran bagi seluruh warga negara Indonesia. Semua itu terpaksa dikubur dalam-dalam. Karena mengkritik pemerintah dibilang makar, menyuarakan kebenaran dikatakan radikal, dan mencari keadilan dihukum penjara.
Demokrasi yang di cita-citakan sebagai pintu pembebasan, kini rasa-rasanya sebagai alat penindasan. Karena demokrasi itu kini berada dibawah Kaki Dinasti. Ini merupakan sebuah catatan hitam sepanjang sejarah Indonesia memproklamirkan dirinya sebagai bangsa yang bebas dari segala macam bentuk penjajan. Dan mirisnya, akhir-akhir ini penjajahan itu terulang kembali dengan nama agungnya “Dinasti si Raja Jawa”.
Dinasti politik merupakan pengaruh kekuasaan yang dijalankan secara turun temurun dalam lingkungan keluarga untuk mempertahankan kekuasaannya. Menurut Martien, dinasti politik adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya beberapa orang. Dinasti politik berbeda jauh dengan prinsip demokrasi yang ideal ketika kekuasaan harus dijalankan berdasarkan pada kompetensi dan kehendak rakyat. (Jason Synder).
Tidak heran jika belakangan ini masyarakat mulai antipati terhadap politik. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang beranggapan jika politik adalah sistem kejahatan yang diciptakan oleh pemerintah untuk memeras rakyatnya sendiri. Mengkutip pendapatnya Joyce Mitchell “Politik sebagai pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat”. Sedangkan Ramlan Surbakti menjelaskan politik sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Akhir kata, demokrasi kita sedang menghadapi tantangan serius tentang dinasti politik. Hal itu disebab ketika keluarga para elit politik turun-temurun mendominasi kekuasaan di berbagai tingkatan pemerintahan. Adapun faktor penyebab menguatnya pengaruh dinasti politik, salah satunya adalah masih kuatnya budaya patronase dan klientelisme dalam masyarakat yang memudahkan penggunaan jaringan keluarga untuk mobilisasi dukungan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan beberapa langkah strategis agar melahirkan pemimpin berkualitas dari berbagai latar belakang. Contoh misalnya menggelar pendidikan politik kepada masyarakat agar lebih kritis dalam memilih pemimpin berdasarkan kapabilitas, bukan faktor kekerabatan. Keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam mengawasi dan mengkritisi praktik politik dinasti juga sangat penting. Media massa perlu berperan aktif mengungkap dan mengkritisi dampak negatif politik dinasti bagi demokrasi dan kesejahteraan rakyat.
Penulis: M. Sahrozzi (Wakil Ketua I PC PMII Jombang)